BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat
tergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) sedangkan keberhasilan SDM sangat
ditentukan oleh pendidikannya. Hal yang menjadi sorotan pada dunia pendidikan
dewasa ini adalah rendahnya mutu lulusan pada setiap jenjang pendidikan lebih
spesifiknya pada pelajaran matematika.
Pola
pembelajaran matematika yang berkembang di Indonesia saat ini, adalah
pembelajaran konvensional yang belum menuntut keaktifan siswa dalam proses
kegiatan pembelajarannya. Sehingga banyak siswa yang menganggap bahwa
matematika adalah pelajaran yang menakutkan dan sulit untuk dikuasai siswa.
Padahal pembelajaran matematika sangat menuntut keaktifan dan keterampilan siswa untuk mengolah data yang
diberikan guru. Keterampilan yang dimaksud dalam pembelajaran matematika bukan
hanya kemampuan berhitung saja, tetapi keterampilan yang mengembangkan
kemampuan berpikir. Selama ini proses pembelajaran matematika di setiap tingkat
pendidikan hanya terbatas pada peningkatan kemampuan kognitif saja.
Untuk
terciptanya pembelajaran yang menuntut keaktifan siswa sebagai pusat
pembelajaran, perlu adanya perubahan yang dapat mewujudkan apa yang diharapkan
dalam proses pembelajaran, seperti siswa dapat mengemukakan pendapat, merumuskan
masalah, membuat masalah dan menyelesaikan masalah. Salah satu perubahan yang
dapat menuntut keaktifan siswa dalam pembelajaran matematika adalah dengan
penerapan pendekatan Problem Posing.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam makalah
ini sebagai berikut:
1. Bagaimana
pendekatan pembelajaran problem posing
itu?
2. Apa
relevansi pendekatan problem posing
dalam pembelajaran matematika?
3. Bagaimana
pendekatan problem posing dalam
pembelajaran matematiika?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Mengetahui
pendekatan pembelajaran priblem posing.
2. Mengetahui
problem posing dan relevansinya dalam
pembelajaran matematika.
3. Mengetahui
pendekatan problem posing dalam
pembelajaran matematika.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Problem
Posing
1.
Pengertian
Problem Posing
Menurut Brown dan
Walter ((Mulia, 2009: 12), pada tahun 1989 untuk pertama kalinya istilah Problem Posing diakui secara resmi oleh National Council of Teacher of Mathematics
(NCTM) sebagai bagian dari National
program for re-direction of mathematics education (reformasi pendidikan
matematika). Selanjutnya istilah ini dipopulerkan dalam berbagai media seperti
buku teks, jurnal serta menjadi saran yang konstruktif dan mutakhir dalam
pembelajaran matematika. (Irpan, 2010: 10) Problem
Posing mulai dikembangkan pada tahun 1997 oleh Lynn D. English dan awal
mulanya diterapkan dalam mata pelajaran matematika. Kemudian Problem Posing dikembangkan pada mata pelajaran
yang lain, dan mulai masuk ke Indonesia pada tahun 2000.
Menurut
Suyitno (Fety, 2011: 35) pada prinsipnya,
pembelajaran Problem Posing adalah suatu pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk
mengajukan soal sendiri melalui belajar
soal (berlatih soal) secara mandiri. Maksud dari berlatih soal secara mandiri
adalah siswa dituntut belajar untuk membuat soal sendiri dan menjawab soal yang
dibuatnya, ini berbeda dengan pembelajaran matematika yang biasa dilakukan di
sekolah, yang biasanya guru yang membuat soal dan siswa hanya mengerjakan soal
yaang diberikan guru tersebut.
Problem
posing dapat juga diartikan membangun atau membentuk masalah (Tim PTM, 2002:
2). Problem posing dalam matematika mempunyai beberapa arti (Suryanto, 1998
dalam Muhfida) yaitu:
a.
Perumusan soal sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa
perubahan agar lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam
pemecahan soal-soal yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal
merupakan salah satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal.
b. Perumusan soal yang berkaitan dengan
syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam rangka pencarian
alternative pemecahan atau alternative soal yang relevan (Silver, et.all,
1996). Pengertian ini berkaitan erat dengan langkah melihat kembali yang
dianjurkan oleh Polya (1973) dalam memecahkan masalah soal.
c.
Perumusan soal atau pembentukan soal dari suatu situasi yang tersedia,
baik dilakukan sebelum, saat atau setelah pemecahan suatu masalah/soal.
2.
Langkah-langkah
Pembelajaran Problem Posing
Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing
menurut Budiasih dan Kartini dalam Syarifulfahmi adalah sebagai berikut:
a)
Membuka kegiatan pembelajaran.
b)
Menyampaikan tujuan pembelajaran.
c)
Menjelaskan materi pelajaran
d)
Memberikan contoh soal.
e)
Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas.
f)
Memberikan kesempatan kepada siswa
untuk membentuk soal dan menyelesaikannya.
g)
Mengarahkan siswa untuk membuat
kesimpulan.
h)
Membuat rangkuman berdasarkan
kesimpulan yang dibuat siswa.
i)
Menutup kegiatan pembelajaran.
Menurut Srini M. Iskandar dalam Syarifulfahmi, batasan mengenai
pembentukan soal adalah sebagai berikut:
a)
Perumusan ulang soal yang sudah
ada dengan perubahan agar menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami dalam
rangka memecahkan soal yang rumit.
b)
Perumusan atau pembentukan soal
yang berkaitan dengan syarat-syarat pada soal yang telah diselesaikan dalam
rangka mencari alternatif pemecahan yang lain.
c)
Perumusan atau pembentukan soal
dari kondisi yang tersedia, baik dilakukan sebelum, ketika, atau sesudah
penyelesaian soal.
Adapun kondisi dalam pembentukan soal, menurut Srini M. Iskandar dalam
Syarifulfahmi dibagi menjadi tiga golongan yakni:
a)
Kondisi bebas, yakni jika kondisi
tersebut memberi kebebasan sepenuhnya kepada siswa untuk membentuk soal, karena
siswa tidak diberi kondisi yang harus dipenuhi.
b)
Kondisi semi terstruktur, yakni
jika siswa diberi suatu kondisi dengan menggunakan pengetahuan yang
dimilikinya.
c)
Kondisi terstruktur, adalah jika
kondisi yang digunakan berupa soal atau penyelesaian soal.
Menurut Terry Dash dalam Syarifulfahmi, penyusunan soal-soal baru dapat
digali dari soal yang sudah ada. Artinya, soal yang sudah ada dapat menjadi
bibit untuik soal baru dengan mengubah, menambah, atau mengganti satu atau
lebih karakteristik soal yang terdahulu. Adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut:
a)
Change the numbers, salah satu cara membuat
soal dari soal yang sudah ada adalah dengan mengubah bilangan.
b)
Change the operations, cara lain membuat soal
dari soal yang sudah tersedia adalah dengan mengubah operasi hitungnya.
Kemampuan siswa dalam membentuk soal dapat dikembangkan dengan cara
guru memberikan beberapa contoh seperti berikut:
a)
Membentuk soal dari soal yang
sudah ada atau memperluas soal yang sudah ada.
b)
Menyusun soal dari suatu situasi,
atau berdasarkan gambar di majalah atau surat kabar, atau membuat soal mengenai
benda-benda konkret yang dapat dimanipulasi (dikutak-kutik).
c)
Memberikan soal terbuka.
d)
Menyusun sejumlah soal yang mirip
tetapi dengan taraf kesilitan yang bervariasi.
Kegiatan yang berkaitan dengan pembentukan soal, secara teknis yang
dapat dilakukan adalah:
a)
Siswa menyusun soal secara
individu. Dalam penyusunan soal ini, hendaknya siswa tidak asal menyusun soal,
akan tetapi juga mempersiapkan jawaban dari soal yang sedang disusunnya. Dengan
kata lain, setelah siswa tersebut dapat membuat soal, maka dia juga dapat
menyelesaikan soal tersebut.
b)
Siswa menyusun soal. Soal yang
telah tersusun tersebut kemudian diberikan kepada teman sekelasnya. Distribusi
soal-soal yang telah tersusun tersebut dapat menggunakan cara penggeseran atau
dengan cara bertukar dengan teman semeja. Artinya, distribusi soal tersebut
secara individu.
c)
Agar lebih bervariasi dan lebih
menumbuhkan sikap aktif, interaktif, dan kretaif, maka dapat dibentuk
kelompok-kelompok kecil untuk menyusun soal dan soal tersebut didistribusikan
kepada kelompok lain untuk diselesaikan. Soal dari kelompok tersebut,
diharapkan tingkat kesulitannya lebih tinggi dari soal yang disusun secara
individu.
3.
Kelebihan
dan Kekurangan Problem Posing
Dalam
setiap pembelajaran pasti ada sisi kelebihan ataupun keunggulan dan kekuruangan
atau kelemahan. Begitu juga didalam pembelajaran melalui pendekatan problem posing
mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan
menurut Rahayuningsih, 2002:18 dalam Sutisna, diantaranya adalah:
a.
Kelebihan Problem
Posing
1. Kegiatan
pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
2. Minat
siswa dalam pembelajaran matematika lebih besar dan siswa lebih mudah memahami
soal karena dibuat sendiri.
3. Semua
siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
4. Dengan
membuat soal dapat menimbulkan dampak terhadap kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah.
5. Dapat
membantu siswa untuk melihat permasalahan yang ada dan yang baru diterima
sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman yang mendalam dan lebih baik,
merangsang siswa untuk memunculkan ide yang kreatif dari yang diperolehnya dan
memperluan bahasan/ pengetahuan, siswa dapat memahami soal sebagai latihan
untuk memecahkan masalah.
b.
Kekurangan Problem
Posing
1. Persiapan
guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan.
2. Waktu
yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya sehingga
materi yang disampaikan lebih sedikit.
B.
Problem
Posing dan Relevansinya dengan Matematika
Problem
posing atau pembentukan soal adalah salah satu cara yang efektif untuk
mengembangkan keterampilan siswa guna meningkatkan kemampuan siswa dalam
menerapkan konsep matematika. Tim Penelitian Tindakan Matematika (PTM) (2002 :
2) mengatakan bahwa :
1. Adanya
korelasi positif antara kemampuan membentuk soal dan kemampuan membentuk
masalah.
2. Latihan
membentuk soal merupakan cara efektif untuk meningkatkan kreatifitas siswa dalam
memecahkan suatu masalah.
Menurut Brown dan Walter (1990 : 11), “…problem posing can give one a chance to
develop independent thinking processes”. Yang artinya problem posing
memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat berpikir secara bebas dan mandiri
dalam menyelesaikan masalah. Masalah disini tentunya masalah dalam matematika.
Adapun masalah dalam matematika
diklasifikasikan dalam dua jenis antara lain:
1. Soal
mencari (problem to find) yaitu
mencari, menentukan, atau mendapatkan nilai atau objek tertentu yang tidak
diketahui dalam soal dan memenuhi kondisi atau syarat yang sesuai dengan soal.
Objek yang ditanyakan atau dicari (unknown),
syarat-syarat yang memenuhi soal (condition)
dan data atau informasi yang diberikan merupakan bagian penting atau pokok dari
sebuah soal mencari dan harus dipenuhi serta dikenali dengan baik pada saat
memecahkan masalah.
2. Soal
membuktikan (problem to prove), yaitu
prosedur untuk menentukan apakah suatu pernyataan benar atau tidak benar. Soal
membuktikan terdiri atas bagian hipotesis dan kesimpulan. Pembuktian dilakukan
dengan membuat atau memproses pernyataan yang logis dari hipotesis menuju
kesimpulan (Depdiknas, 2005: 219).
Silver dkk dalam Surtini (2004: 48)
mengemukakan bahwa sebenarnya sudah sejak lama para tokoh pendidikan matematika
menunjukkan pembentukan soal merupakan bagian penting dalam pengalaman
matematis siswa dan menyarankan agar dalam pembelajaran matematika ditekankan
kegiatan pembentukan soal. Begitupun yang ditekankan English bahwa pembentukan soal merupakan inti kegiatan matematis
dan merupakan komponen penting dalam kurikulum matematika.
Hasil
penelitian Silver dan Cai dalam Surtini (2004: 49) menunjukkan
bahwa kemampuan pembentukan soal berkorelasi positif dengan kemampuan
memecahkan masalah. Dengan demikian kemampuan pembentukan soal sesuai dengan
tujuan pembelajaran matematika di sekolah sebagai usaha meningkatkan hasil
pembelajaran matematika dan dapat meningkatkan kemampuan siswa. Dari sini kita
peroleh bahwa pembentukan soal penting dalam pelajaran matematika guna
meningkatkan prestasi belajar matematika siswa dengan membuat siswa aktif dan kreatif.
C.
Pendekatan
Problem Posing dalam Pembelajaran Matematika
Menurut Brown dan Walter (1990: 15)
informasi atau situasi Problem Posing dapat berupa gambar, benda manipulatif,
permainan, teorema atau konsep, alat peraga, soal, atau penyelesaian dari suatu
soal. Problem Posing merupakan pendekatan dalam pembelajaran dengan meminta
siswa untuk mengajukan soal atau masalah. Masalah yang diajukan dapat berdasarkan
pada soal yang luas ataupun soal yang sudah dikerjakan. Pembelajaran dengan
pendekatan Problem Posing biasanya diawali dengan penyampaian teori atau
konsep. Setelah itu, pemberian contoh soal dan pembahasannya. Selanjutnya,
pemberian contoh bagaimana membuat masalah baru dari masalah yang ada dan
menjawabnya. Kemudian siswa diminta belajar dengan Problem Posing. Mereka
diberi kesempatan belajar individu atau berkelompok. Setelah pemberian contoh
cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa tidak perlu lagi
diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh, bagaimana cara mengajukan soal dan
menjawabnya bisa dilakukan, jika sangat diperlukan.
Pembelajaran dengan pendekatan
Problem Posing dapat juga dimulai dari membaca daftar pertanyaan pada halaman
soal latihan yang terdapat dalam buku ajar. Setelah itu baru membaca materinya.
Cara ini berkebalikan dengan cara belajar selama ini. Tugas membaca yang
diperintahkan pada siswa biasanya bermula dari materi, lalu menjawab soal pada
halaman latihan. Kelebihan membaca soal terlebih dahulu baru membaca materi,
terletak pada fokus belajar siswa. Dengan demikian, sikap kritis, rasa ingin
tahu dan kreatifitas siswa akan tereksplorasi.
Dalam pembelajaran matematika,
pengajuan soal menempati posisi yang strategis. Pengajuan soal dikatakan
sebagai inti terpenting dalam disiplin matematika dan dalam sifat pemikiran
penalaran matematika. Pendekatan pengajuan soal dapat membantu siswa dalam
mengembangkan keyakinan dan kesukaan terhadap matematika, sebab ide-ide
matematika siswa dicobakan untuk memahami masalah yang sedang dikerjakan dan
dapat meningkatkan performannya dalam pemecahan masalah. Pengajuan soal juga sebagai
sarana komunikasi matematika siswa.
Problem Posing matematika menurut
Brown dan Walter (Mulia, 2009: 15)
terdiri dari dua aspek penting, yaitu:
a. Tahap Accepting (Menerima)
Pada
tahap ini distimulasi kemampuan siswa dalam memahami situasi yang diberikan
oleh guru atau situasi yang sudah ditentukan.
b. Tahap
Challenging (Menantang)
Pada
tahap ini terukur sejauh mana siswa merasa tertantang dari situasi yang diberikan sehingga melahirkan kemampuan
untuk mengajukan masalah atau soal matematis.
Silver dan Cai (Irpan, 2010: 10)
mengklasifikasikan tiga aktivitas koginitif dalam pembuatan soal sebagai
berikut.
Pre-solution
posing, yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi atau informasi yang
diberikan.
Contoh
Buatlah
soal berdasarkan informasi berikut ini.
Pak
Tono mempunyai sebuah kayu padat. Balok kayu tersebut akan dipotong sehingga
menghasilkan 3 jenis kayu berbentuk kotak-kotak berukuran kecil dan berbeda,
yakni dengan panjang rusuk 1 cm, 2 cm, dan 4 cm.
Soal-soal
yang mungkin disusun siswa adalah sebagai berikut.
1. Apakah
Pak Tono mempunyai cukup kayu untuk membuat kotak-kotak kecil?
2. Berapa
volume kayu tersebut?
Within-solution
posing, yaitu pembuatan atau formulasi soal yang sedang diselesaikan.
Pembuatan soal demikian dimaksudkan sebagai penyederhanaan dari soal yang
sedang diselesaikan. Dengan demikian, pembuatan soal demikian akan mendukung
penyelesaian soal semula.
Contoh:
Diketahui
soal sebagai berikut:
Sebuah
akuarium berbentuk balok memiliki ukuran panjang, lebar dan tinggi
berturut-turut adalah 60 cm, 36 cm, 45 cm. Jika akuarium tersebut diisi air
sebanyak 3/4 bagiannya. Berapakah volume akuarium tersebut yang tidak teris
air?
Soal-soal
yang mungkin disusun siswa yang dapat mendukung penyelesaian soal tersebut
adalah sebagai beirkut:
1. Berapa
volume akuarium sebelum terisi air?
2. Berapa
volume akuarium ketika terisi air sebanyak 3/4 bagiannya?
3. Berapakah
volume akuarium tersebut yang tidak teris air?
Post-Solution
Posing. Strategi ini juga disebut sebagai strategi “find a more challenging problem”. Siswa memodifikasi atau merevisi
tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan untuk menghasilkan soal-soal
baru yang lebih menantang. Beberapa teknik yang dapat digunakan untuk membuat
soal dengan strategi itu adalah sebagai berikut.
Contoh:
Luas
permukaan balok dengan panjang 5 m dan lebar 3 m dan tinggi 4 m adalah 94 m2..
Berdasarkan
contoh soal tersebut, maka beberapa teknik yang dapat digunakan adalah:
1. Mengubah
informasi atau data pada soal semula.
Soal
yang dapat disusun adalah sebagai berikut: ”Bagaimana jika lebarnya bukan 2 m
tetapi 3 m? Bagaimana luas permukaannya”
2. Menambah
informasi atau data pada soal semula
Soal
yang dapat disusun adalah sebagai berikut: “Apa yang terjadi jika mengubah
panjang dan lebarnya masing-masing menjadi dua kali? Apakah luas permukaannya
juga akan menjadi dua kali luas permukaan semula?”
3. Mengubah
nilai data yang diberikan, tetapi tetap mempertahankan kondisi atau situasi
soal semula.
Soal
yang dapat disusun adalah sebagai berikut: “Bagaimana jika kita mengubah panjangnya
menjadi dua kali dan mengurangi lebarnya menjadi setengahnya? Apakah luas
permukaannya akan tetap?”
4. Mengubah
situasi atau kondisi soal semula, tetapi tetap mempertahankan data atau
informasi yang ada pada soal semula.
Soal
yang dapat disusun adalah sebagai berikut: “Tentukan panjang dan lebar suatu
persegi panjang yang luasnya sama dengan dua kali luas persegi panjang semula.”
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Pembelajaran
Problem Posing adalah suatu pembelajaran yang mewajibkan para peserta didik untuk
mengajukan soal sendiri melalui belajar soal (berlatih soal) secara mandiri.
Maksud dari berlatih soal secara mandiri adalah siswa dituntut belajar untuk
membuat soal sendiri dan menjawab soal yang dibuatnya, ini berbeda dengan
pembelajaran matematika yang biasa dilakukan di sekolah, yang biasanya guru
yang membuat soal dan siswa hanya mengerjakan soal yaang diberikan guru
tersebut.
Problem
posing dalam matematika mempunyai beberapa arti, diantaranya perumusan soal
sederhana atau perumusan ulang soal yang ada dengan beberapa perubahan agar
lebih sederhana dan dapat dikuasai. Hal ini terjadi dalam pemecahan soal-soal
yang rumit. Pengertian ini menunjukkan bahwa pengajuan soal merupakan salah
satu langkah dalam rencana pemecahan masalah/soal.
Langkah-langkah dalam pembelajaran pendekatan
problem posing yaitu membuka kegiatan pembelajaran, menyampaikan tujuan
pembelajaran. menjelaskan materi pelajaran, memberikan contoh soal, memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum jelas,
memberikan kesempatan kepada siswa untuk membentuk soal dan menyelesaikannya,
mengarahkan siswa untuk membuat kesimpulan, membuat rangkuman berdasarkan
kesimpulan yang dibuat siswa, dan menutup kegiatan pembelajaran.
B.
Saran
Problem posing suatu pendekatan
dalam pembelajaran yang terbilang masih baru berada di Indonesia, yaitu sekitar
tahun 2000 baru masuk ke Indonesia. Oleh karena itu diharapkan
implementasi dari model pembelajaran
ini, karena dengan pendekatan problem posing siswa dilatih untuk memperkuat dan
memperkaya konsep-konsep dasar matematika. Selain itu pembelajaran problem
posing merupakan keterampilan mental, siswa menghadapi suatu kondisi dimana
diberikan suatu permasalahan dan siswa memecahkan masalah tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Simanjuntak, Lisnawaty, dkk. 1993. Metode Mengajar Matematika. Rineka
Cipta. Jakarta.
Suhanda, Findri Febriani. 2013. Penerapan Pendekatan Problem Posing untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa pada Sub Pokok Bahasan Kubus dan
Balok. UIN Bandung : Tidak diterbitkan.
Sutisna. (2010). Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran dengan
Pendekatan Problem Posing. [Online]. Tersedia : http://sutisna.com/artikel/artikel-kependidikan/kelebihan-dan-kelemahan-pembelajaran-dengan-pendekatan-problem-posing/
Syarifulfahmi. (2009). Pendekatan Pembelajaran Problem Posing.
[Online]. Tersedia : http://syarifulfahmi.blogspot.com/2009/09/pendekatan-pembelajaran-problem-posing.html.
0 Response to "(MAKALAH) PENDEKATAN PROBLEM POSING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA"
Posting Komentar